Sunday, 3 February 2013

Membaca Sastra, Untuk Apa?

Setelah mencoba membaca resensi yg judulnya "Membaca Sastra, Untuk Apa?"
Pikirku mengeras ditengah hujan. Tiba-tiba saja keinginan menulis itu muncul seketika, apa ini yang namanya inspirasi yang sebenarnya? Saya teruskan saja, aku mengambil dua lembar kertas yang dibagikan saat seminar tadi dengan membuka resleting paling luar aku menaruhnya. Kertas itu berisi ulasan tema yang dibicarakan dan dibahas pada seminar tadi, tapi yang menarik minatku adalah tulisannya mas Nanang Fahrudin (sebagai Pemakalah Seminar) yang judulnya seperti tulisan paling atas tadi.

Pada saat sesi Tanya jawab, saya sengaja menyimak lebih serius pertanyaan seorang peserta dan jawabannya pun ku dengarkan dan ku pahami betul. Seketika ku ambil bolpoint dari saku yang tertutup jas almamater dan aku menulis jawaban dari pertanyaan tadi, jawabannya memang tidak spesifik pada permasalahan yang ditanyakan, entah tadi pernyataannya apa saya tidak ingat tapi mencoba meringkasnya dalam pengertianku sendiri.
Budaya baca khususnya di Bojonegoro menurut mas Nanang : minat budaya baca dimasyarakat sangat memprihatinkan. Beliau memberikan contoh faktanya, bahwa Perpustakaan Umum yang ada di Bojonegoro dibandingkan dengan warung kopi yang berada tepat berhadapan perpustakaan tersebut diseberang jalan pengunjungnya lebih banyak dibandingkan para anak muda yang sedang “Ngopi” diwarung depan perpustakaan.  Pemandangan ini sudah terlihat jelas bahwa minat budaya baca dimasyarakat khususnya untuk para kaula muda sangatlah memprihatinkan. Nah, bagaimana solusinya?
Solusinya juga tadi saya tulis sedikit yaitu “dengan mewajibkan seseorang (para anak muda) untuk membaca karya sastra dalam bentuk apapun, kalau seseorang sudah membaca karya sastra tentunya akan tergerak untuk membaca.”
Seorang peserta tadi juga menanyakan hubungan sastra dengan dunia pendidikan dan dijawab oleh mas Anas A.G. menurut beliau bahwa sastra adalah sebuah rasa. Sastra adalah sebuah kemanusiaan. Sastra dapat menjadikan manusia lebih menjadi seorang manusia.
Wah, kata-kata yang sangat “wah” sekali menurut pikiranku.
Mungkin berawal dari sinilah ceritanya saya tergerak untuk lebih mendalami ilmu bahasa Indonesia yang nantinya untuk bekal ku menuju masa depan lebih pasti.

No comments:

Post a Comment